Dunia Tasawuf:
1. Wali Badal
2. Tahapan Suluk Dalam Tasawuf
3. Siapa Sultanul Auliya?
4. Bertemu Rasulullah Secara Nyata
5. Nabi Khidir Masih Hidup?
1. Wali
Badal
Pertanyaan:
Apakah
sosok wali Badal benar-benar ada? Adakah dalil yang mendasarinya? Jamaah Ahad
Dluha, Gubeng.
Jawaban:
Al-Hafidz as-Suyuthi berkata:
لَمْ يَرِدْ فِي
الْكُتُبِ السِّتَّةِ ذِكْرُ الْأَبْدَالِ إِلَّا فِي هَذَا الْحَدِيْثِ عِنْد
أَبِي دَاوُدَ وَقَدْ أَخْرَجَهُ الْحَاكِمُ فِي الْمُسْتَدْرَكِ وَصَحَّحَهُ،
وَوَرَدَ فِيْهِمْ أَحَادِيْثُ كَثِيرَةٌ خَارِجَ السِّتَّةِ جَمَعْتُهَا فِي
مُؤَلَّفٍ اِنْتَهَى (عون المعبود - ج 9 / ص 322)
“Penjelasan tentang wali Badal tidak ada
dalam kutubus sittah (6 kitab hadis; Bukhari, Muslim, Musnad Ahmad, Sunan Abu
Dawud, Sunan Turmudzi, Sunan an-Nasai dan Sunan Ibnu Majah), kecuali 1 hadis
riwayat Abu Dawud (No 3737) dan diriwayatkan oleh al-Hakim dan ia menilainya
sahih (dan riwayat Ahmad No 27446). Namun ada banyak
hadis tentang wali Badal yang diriwayatkan oleh selain 6 kitab hadis tersebut”
(‘Aun al-Ma’bud Syarah Sunan Abi Dawud 9/322)
Hadis
yang disampaikan oleh para ahli hadis tentang wali Badal diantaranya adalah:
لَنْ تَخْلُوَ
اْلأَرْضُ مِنْ أَرْبَعِيْنَ رَجُلاً مِثْلَ خَلِيْلِ الرَّحْمَنِ فَبِهِمْ
تُسْقَوْنَ وَبِهِمْ تُنْصَرُوْنَ مَا مَاتَ مِنْهُمْ أَحَدٌ إِلاَّ أَبْدَلَ
اللهُ مَكَانَهُ آخَرَ (أخرجه الطبرانى فى الأوسط رقم 4101 . قال الهيثمى والمناوي
: إسناده حسن)
“Dunia tidak akan sepi
dari 40 orang laki-laki yang seperti Nabi Ibrahim, kekasih Allah. Karena mereka
inilah kalian diberi hujan dan diberi pertolongan. Tidak ada satupun yang mati
dari mereka kecuali Allah menggantikannya dengan orang lain”
(HR Thabrani No 4101, al-Hafidz al-Haitsami dan al-Munawi
berkata: Sanadnya hasan. Dan masih banyak hadis lain yang disahihkan oleh para
ahli hadis)
Dari hadis inilah diambil definisi tentang
wali Badal, yaitu seorang wali yang digantikan manakala salah seorang dari mereka
ada yang wafat, sehingga jumlah 40 wali badal tidak berkurang.
Setidaknya
ada dua ulama ahli hadis telah mengarang sebuah kitab khusus yang menjelaskan
dalil-dalil keberadaan para wali Badal, diantaranya adalah al-Hafidz as-Suyuthi
dalam al-Khabar ad-Daal fi wujudi al-Quthbi wa al-Autaad wa an-Nujabaa’ wa
al-Abdaal, dan al-Hafidz as-Sakhawi (Murid al-Hafidz Ibnu Hajar) dalam Nadzmu
al-La’al fi al-Kalaami ala al-Abdaal, dan secara khusus beliau menetapkan
satu Bab tentang al-Abdaal (wali Badal) dalam kitab hadisnya al-Maqaashid
al-Hasanah (1/43) dengan menyebut beberapa hadis yang hasan dan dlaif.
Diantaranya riwayat Abu Nuaim dalam al-Hilyah, bahwa sahabat bertanya:
يَا رَسُوْلَ اللهِ
دُلَّنَا عَلَى أَعْمَالِهِمْ قَالَ يَعْفُوْنَ عَمَّنْ ظَلَمَهُمْ وَيُحْسِنُوْنَ
إِلَى مَنْ أَسَاءَ إِلَيْهِمْ وَيَتَوَاصَلُوْنَ فِيْمَا أَتَاهُمُ اللهُ عَزَّ
وَجَلَّ
“Wahai Rasulullah,
tunjukkan kepada kami tentang perilaku mereka (wali Badal) ! Rasulullah
menjawab: Mereka pemaaf terhadap orang yang mendzaliminya, mereka berbuat baik
kepada orang yang berbuat buruk kepadanya, dan mereka saling menyambung dalam
pemberian dari Allah kepada mereka”
2. Tahapan
Suluk Dalam Tasawuf
Pertanyaan:
Dari
sebuah buku, misalnya karya Ust. Hartono Jais sering dijumpai klaim dan tuduhan
bahwa tata cara dalam Tariqah maupun Tasawuf telah menyimpang dari ajaran
Islam. Benarkah tuduhan tersebut? Wahyudiono, Sby
Jawaban:
Dalam
ilmu Tasawwuf ada istilah ‘al-Maqamat’ atau tahapan/tingkatan yang akan dilalui
oleh seseorang untuk mencapai ‘makrifat’ atau mengenal Allah. Perjalanan
panjang menuju tujuan tersebut disebut dengan ‘suluk’.
Maqamat
tersebut menurut al-Ghazali adalah: Taubat → Sabar → Fakir → Zuhud (tidak cinta dunia secara berlebihan) → Tawakkal → Mahabbah (cinta) → Makrifat → Ridla.
Sedangkan
menurut ath-Thusi adalah: Taubat → Wara’ (menjauhi syubhat dab
haram) → Zuhud → Fakir → Sabar → Ridla → Tawakkal → Makrifat.
Jenjang
Tasawuf menurut al-Kalabadzi adalah: Taubat →
Zuhud → Sabar → Fakir → Tawadlu’
→ Takwa → Tawakkal → Ridla → Mahabbah (cinta) →
Makrifat.
Dan
dalam metode Syaikh al-Qusyairi adalah: Taubat → Wara’ → Zuhud → Tawakkal → Ridla.
Suluk
tersebut didasarkan pada sabda Rasulullah Saw:
عَنْ أَبِى
هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ g إِنَّ اللهَ قَالَ مَنْ عَادَى لِى
وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَىَّ عَبْدِى بِشَىْءٍ
أَحَبَّ إِلَىَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِى يَتَقَرَّبُ
إِلَىَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ
الَّذِى يَسْمَعُ بِهِ، وَبَصَرَهُ الَّذِى يُبْصِرُ بِهِ، وَيَدَهُ الَّتِى
يَبْطُشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِى يَمْشِى بِهَا، وَإِنْ سَأَلَنِى
لأُعْطِيَنَّهُ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِى لأُعِيذَنَّهُ (رواه البخارى 6502)
“Sesungguhnya Allah berfirman (Hadis Qudsi): Barangsiapa yang memusuhi
seorang wali maka Aku mengizinkan ber-perang. Tidak ada yang seorang hamba yang
mendekatkan diri kepadaKu yang lebih Aku cintai daripada hal-hal yang telah Aku
wajibkan kepadanya. Dan hambaku tiada berhenti mendekatkan diri kepadaKu dengan
ibadah sunah hingga Aku mencintainya. Jika Aku mencintainya maka Aku menjadi
pendengarannya, penglihatannya, tangan yang dipukulnya, langkah kakinya. dan
jika ia meminta maka sunggu Aku kabulkan, dan jika ia berlindung kepadaKu,
niscaya Aku lindungi”
(HR al-Bukhari)
Al-Hafidz
Ibnu Hajar berkata:
قَالَ الطُّوفِيُّ:
هَذَا الْحَدِيثُ أَصْلٌ فِي السُّلُوكِ إِلَى اللهِ وَالْوُصُول إِلَى
مَعْرِفَتِهِ وَمَحَبَّتِهِ وَطَرِيقِهِ، إِذْ الْمُفْتَرَضَاتُ الْبَاطِنَةُ
وَهِيَ الْإِيمَان وَالظَّاهِرَة وَهِيَ الْإِسْلَامُ وَالْمُرَكَّبُ مِنْهُمَا
وَهُوَ الْإِحْسَانُ فِيهِمَا كَمَا تَضَمَّنَهُ حَدِيثُ جِبْرِيلَ،
وَالْإِحْسَانُ يَتَضَمَّنُ مَقَامَاتِ السَّالِكِينَ مِنْ الزُّهْدِ
وَالْإِخْلَاصِ وَالْمُرَاقَبَةِ وَغَيْرِهَا، وَفِي الْحَدِيثِ أَيْضًا أَنَّ
مَنْ أَتَى بِمَا وَجَبَ عَلَيْهِ وَتَقَرَّبَ بِالنَّوَافِلِ لَمْ يُرَدَّ
دُعَاؤُهُ لِوُجُوْدِ هَذَا الْوَعْدِ الصَّادِقِ الْمُؤَكَّدِ بِالْقَسَمِ (فتح الباري لابن حجر - ج 18 / ص 342)
“Ath-Thufi berkata: Hadis ini
adalah dalil dasar dalam melakukan suluk (tahapan/jenjang) menuju Allah dan
sampai pada makrifat (mengenal) Allah dan mencintainya. Sebab
kewajiban-kewajiban batin seperti iman, dan kewajiban-kewajiban fisik yaitu
Islam, dan yang tersusun dari keduanya, yaitu Ihsan sebagaimana dalam hadis
yang disampaikan dalam kisah Malaikat Jibril. Sementara Ihsan mengandung
tahapan-tahapan yang dilalui oleh pelaksana, seperti zuhud, ikhlas, diawasi
oleh Allah dan lainnya. Dalam hadis ini juga dijelaskan bahwa orang yang
melakukan ibadah wajib dan mendekatkan diri dengan ibadah sunah donya tidak
akan ditolak, sebab telah ada janji yang dikuatkan dengan sumpah” (Fathul Bari 18/342)
Sedangkan
subtansi ajaran dalam Tasawuf adalah membersihkan hati dari akhlak yang buruk
dan menghiasinya dengan sifat-sifat terpuji. Hal ini berdasarkan firman Allah:
وَنَفْسٍ وَمَا
سَوَّاهَا (7) فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا (8) قَدْ أَفْلَحَ مَنْ
زَكَّاهَا (9) وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا [الشمس/7-10]
“Dan
jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa
itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan
jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya” (Asy-Syams 7-10)
3. Siapa
Sultanul Auliya?
Pertanyaan:
Sudah
tidak asing di lingkungan kita saat sebelum mengawali doa berwasilah dengan
Syaikh Abdul Qadir al-Jailani yang terkadang disebutkan julukan Sulthan
al-Auliya’. Apa yang dimaksud gelar itu? Jamaah La Tansa, Kertajaya Surabaya
Jawaban:
Banyak para ulama ahli hadis yang menegaskan
bahwa Syaikh Abdul Qadir al-Jailani adalah salah satu wali Allah. al-Hafidz
Ibnu Rajab al-Hanbali (murid Ibnu Qayyim), ketika mengulas biografi Syaikh
Abdul Qadir, berkata: “Ia adalah syaikh masa itu, panutan para wali, pemimpin
(sultan) para masyayikh, pemuka ahli tarekat di masanya, pemilik kedudukan (disisi
Allah) dan karamah…” (Dzail Thabaqat al-Hanabilah 1/118)
Begitu pula al-Hafidz adz-Dzahabi berkata:
“Syaikh Abdul Qadir adalah seorang Imam, berpengetahuan, zuhud, wali, panutan,
syaikhul Islam, bendera para wali….” (Siyar A’lam an-Nubalaa’ 20/439). Di
halaman berikutnya adz-Dzahabi berkata: “Disebutkan bahwa dia adalah wali
Quthub” (20/446)
Siapa wali Quthub itu? Ibnu Khaldun berkata:
“Dalam ilmu Tasawuf ada istilah Quthub, yaitu pimpinan wara wali” (Muqaddimah
Ibnu Khaldun 1/285)
Tidak sedikit dari para ulama yang menyebut
gelar ‘Quthub’ ini pada Syaikh Abdul Qadir al-Jailani, diantaranya al-Hafidz
as-Suyuthi (Lubbu al-Bab 1/04), Ahli Fikih Ibnu Hajar asy-Syafii (Fatawa
al-Haditsiyah 1/752), Ahli Hadis Syaikh as-Sindi (Hasyiyah Ibnu Majah 7/243),
Ahli Hadis Syaikh Mulla Ali al-Qari (Syarah Musnad Abi Hanifah 1/454 dan Syarah
Misykat al-Mashabih 5/230), Ahli Tafsir al-Alusiy (Ruh al-Ma’ani 5/262), Syaikh
ath-Thahawi al-Hanafi (Hasyiyah ath-Thahawi 2/5), dan lain sebagainya.
Darimana istilah Quthub tersebut? al-Hafidz
Ibnu Hajar menjawab:
وَقَالَ شَيْخُهُ
ابْنُ حَجَرٍ فِي فَتَاوِيْهِ: اْلأَبْدَالُ وَرَدَتْ فِي عِدَّةِ أَخْبَارٍ
مِنْهَا مَا يَصِحُّ وَمَا لاَ وَأَمَّا الْقُطْبُ فَوَرَدَ فِي بَعْضِ اْلآثَارِ (فيض القدير - ج 3 / ص 220)
“Istilah
wali Badal telah ada dalam hadis-hadis, ada sebagian yang sahih dan ada yang
tidak sahih. Dan Quthub telah ada dalam sebagian atsar sahabat/tabiin” (al-Hafidz al-Munawi, Faidl al-Qadiir 3/220)
4. Bertemu
Rasulullah Secara Nyata
Pertanyaan:
Sering
kita dengar di masyarakat bahwa ada sebagian kyai yang mengaku melihat
Rasulullah Saw ketika membaca salawat bersama. Bernarkah hal tersebut ataukah
termasuk takhayyul dan khurafat? Abu Rifa’i, Sby.
Jawaban:
Kita
tidak boleh menuduh takhayyul atau khurafat terhadap kisah yang seolah tidak
masuk akal, sebelum meninjaunya dengan dalil-dalil yang sahih. Dalam riwayat
sahih, Rasulullah Saw bersabda:
مَنْ رَآنِى فِى
الْمَنَامِ فَسَيَرَانِى فِى الْيَقَظَةِ وَلاَ يَتَمَثَّلُ الشَّيْطَانُ بِى
(رواه البخاري رقم 6995
ومسلم رقم 6057)
“Barangsiapa
yang melihatku di dalam mimpi, maka akan melihatku dalam keadaan terjaga
(nyata). Dan
setan tidak bisa menyerupai dengan saya” (HR al-Bukhari No 6995 dan Muslim No 6057)
Dari
hadis ini para ulama memang berbeda pendapat dalam menafsiri kandungan maksudnya. Namun al-Hafidz as-Suyuthi
berkata: “Ada
sekelompok ulama yang menafsiri bisa melihat Rasulullah Saw di dunia secara
nyata dan bisa berdialog dengan beliau, hal ini adalah sebagai karamah bagi
para wali Allah” (ad-Diibaj Syarah Muslim 5/285)
Ada banyak sosok sahabat yang
pernah berjumpa dengan Rasulullah Saw setelah wafat, misalnya saat Khalifah
Utsman didatangi oleh Rasulullah Saw menjelang wafatnya ketika dikepung oleh
pemberontak:
عَنْ عَبْدِ اللهِ
بْنِ سَلاَمٍ قَالَ أَتَيْتُ عُثْمَانَ لأُسَلِّمَ عَلَيْهِ وَهُوَ مَحْصُوْرٌ
فَدَخَلْتُ عَلَيْهِ فَقَالَ مَرْحَبًا بِأَخِي رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ g اللَّيْلَةَ فِي هَذِهِ الْخَوْخَةِ
قَالَ وَخَوْخَةٌ فِي الْبَيْتِ فَقَالَ يَا عُثْمَانُ حَصَرُوْكَ قُلْتَ نَعَمْ
قَالَ عَطَشُوْكَ قُلْتَ نَعَمْ فَأَدْلَى دَلْوًا فِيْهِ مَاءٌ فَشَرِبْتُ حَتَّى
رَوِيْتُ حَتَّى إِنِّي لاَجِدُ بُرْدَهُ بَيْنَ ثَدْيِي وَبَيْنَ كَتْفِي وَقَالَ
لِي: إِنْ شِئْتَ نَصَرْتُ عَلَيْهِمْ وَإِنْ شِئْتَ أَفْطَرْتَ؟ فَاخْتَرْتُ أَنْ
أُفْطِرَ عِنْدَهُ " فَقُتِلَ ذَلِكَ الْيَوْمَ (البداية والنهاية ج 7 / ص
182 وتاريخ دمشق - (ج 39 / ص 386)
“Diriwayatkan dari Abdullah bin
Salam: Saya mendatangi Utsman untuk menyelamatkannya saat ia terkepung. Saya
masuk ke rumahnya, Utsman berkata: Selamat datang saudaraku. Semalam saya
melihat Rasulullah di jendela rumah ini. Rasulullah berkata: Wahai Utsman,
apakah mereka mengepungmu? Saya menjawab: Ya, wahai Rasulullah. Beliau berkata:
Apakah mereka membuatmu haus? Saya menjawab: Ya. Kemudian Nabi membawakan timba
yang berisi air, saya meminumnya hingga saya merasa segar dan saya rasakan dinginnya
air itu di susu dan pundak saya. Nabi berkata: Jika kamu mau, saya menolongmu
dari mereka. Jika kamu ingin berbuka (meninggal), maka berbukalah! Saya memilih
berbuka (wafat) bersama Nabi. Kemudian Utsman terbunuh di hari itu” (al-Hafidz Ibnu Katsir dalam
al-Bidaayah wa an-Nihaayah 7/204 dan Ibnu ‘Asakir dalam Tarikh Dimasyqy
39/386).
Begitu
pula sahabat Dhamrah bin Tsa’labah (Diriwayatkan oleh Thabrani. Al-Hafidz
al-Haitsami berkata ‘sanadnya hasan’) dan sahabat-sahabat yang lain. Bahkan
secara khusus as-Suyuthi mengarang sebuah kitab ‘Tanwir al-Halak’ (dimuat dalam
kitab beliau al-Haawii lil Fataawii) yang menjelaskan dimungkinkannya berjumpa
dengan Nabi Saw yang disertai dalil dan kisah yang sahih. Pendapat ini juga
didukung oleh fatwa ulama al-Azhar, Syaikh Athiyyah Shaqar.
5. Nabi
Khidir Masih Hidup?
Pertanyaan:
Benarkah
bahwa Nabi Khidir masih hidup sampai saat ini? Suadi Amin, Pemirsa tv9
Jawaban:
Nabi
Khidir disebutkan secara implisit oleh Allah dalam Surat al-Kahfi: 65. Berdasarkan hadis-hadis
sahih yang dimaksud 'Hamba' tersebut adalah Nabi Khidir yang memiliki nama
Balya ibni Malkan. Syaikh Athiyah, Mufti Al-Azhar berkata:
تَحَدَّثَ الْقُرْآنُ
الْكَرِيْمُ عَنْ عَبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللهِ تَقَابَلَ مَعَهُ مُوْسَى عَلَيْهِ
السَّلاَمُ وَكَانَ بَيْنَهُمَا مَا جَاءَ فِى سُوْرَةِ الْكَهْفِ {فَوَجَدَا
عَبْدًا مِنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِنْ
لَدُنَّا عِلْمًا} الآية: 65 وَتَحَدَّثَتِ السُّنَّةُ النَّبَوِيَّةُ
الصَّحِيْحَةُ كَمَا رَوَاهُ الْبُخَارِى وَأَحْمَدُ وَالتُّرْمُذِى عَنْ هَذَا
الْعَبْدِ الصَّالِحِ بِاسْمِ "الْخِضْرِ" لأَنَهَ جَلَسَ عَلَى
فَرْوَةٍ بَيْضَاءَ هِىَ وَجْهُ اْلأَرْضِ فَإِذَا هِىَ تَهْتَزُّ مِنْ تَحْتِهِ
خَضْرَاءُ (فتاوى الأزهر 10/ 425)
“Al-Quran mengisahkan seorang hamba diantara hamba-hamba Allah
yang berjumpa dengan Nabi Musa, yang dijelaskan dalam surat al-Kahfi yang artinya: ‘Lalu mereka
bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami
berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya
ilmu dari sisi Kami’. Hadis-hadis sahih, seperti al-Bukhari, Ahmad dan Turmudzi
menjelaskan tentang ‘hamba’ ini adalah Khidir (hijau). Disebiut Khidir karena
jika ia duduk di atas tanah yang tandus, maka akan tumbuh pepohonan yang hijau” (Fatawa al-Azhar 10 / 425)
Terkait
apa benar masih hidup sampai sekarang? Para
ulama berbeda pendapat. Menurut Hasan al Bashri dan Imam Bukhari, Nabi Khidir
dan Nabi Ilyas telah wafat sebelum mencapai usia 100 tahun.
Namun
mayoritas ulama mengatakan Nabi Khidir masih hidup. Menurut Imam Nawawi:
"Nabi Khidir masih hidup, ada di tengah-tengah kita saat ini". Bahkan
Mufti al-Azhar Syaikh Athiyah Shaqr mengutip dari al-Qurthubi (11/45) mentarjih
bahwa ini adalah pendapat yang sahih (Fatawa al-Azhar 10/425)
Indikasi
tersebut menurut Syaikh al-Azhar, Syaikh 'Athiyyah meliputi (1) Banyaknya kabar
dari para ulama yang berkumpul bersama Nabi Khidir. (2) Adanya sebuah riwayat
mmenjelang wafatnya Rasulullah Saw yang menyatakan bahwa Nabi Khidir turut
berta'ziyah, dan Sayidina Ali bertanya kepada orang lain:
فَقَالَ: هَلْ
تَدْرُونَ مَنْ هَذَا؟ هَذَا الْخِضْرُ g وَعَلَيْهِمْ أَجْمَعِينَ. (رَوَاهُ مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى بْنِ
أَبِي عُمَرَ عن مُحَمَّدٍ بْنِ جَعْفَرَ بْنِ مُحَمَّدٍ : كَانَ أَبِي، يَذْكُرُ
عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ عَلِيٍّ، أَنَّهُ دَخَلَ عَلَيْهِ ... فَذَكَرَهُ
بِسَنَدٍ رِجَالُهُ ثِّقَاتٌ اهـ
(إتحاف
الخيرة المهرة 2/ 526)
"Tahukah kalian siapa dia?
Dia adalah Khidir" (HR al-Baihaqi dalam Dalail an-Nubuwwah dan Ibn Sa'd
dalam Thabaqat al-Kubra).
Al-Hafidz
al-Bushiri menilai perawinya terpercaya, namun beberapa ulama lain menilainya
dlaif. dan riwayat yang menyatakan bahwa Nabi Khidir dan Nabi Ilyas selalu
berjumpa di musim haji di Mina, namun riwayat ini disepakati oleh para ahli
hadis sebagai riwayat yang sangat lemah.
Sementara
di lingkungan Nahdlatul Ulama, masalah ini telah diputuskan dalam Bahtsul
Masail Di Pon. Pes. Zainul Hasan Genggong Kraksan Probolinggo 27-29 Juli 1984, yaitu:
Pertanyaan:
Masih hidupkah Nabi Khidlir itu? Dan bagaimana orang yang
mengaku bertemu dengan Nabi Khidlir? padahal di dalam Al Qur’an ada ayat: وَمَا جَعَلْنَا لِبَشَرٍ مِنْ قَبْلِكَ الْخُلْدَ
Jawaban:
Tentang
masih hidup dan matinya Nabi Khidlir terdapat perbedaan pendapat,
akan tetapi kebanyakan Ulama’ menyatakan masih hidup. Adapun kemungkinan
bertemu dengan Nabi Khidlir AS itu bisa saja terjadi.
Dasar
Pengambilan Hukum:
Tafsir
al-Khazin, Juz III, Hlm. 209
وَاخْتَلَفَ
الْعُلَمَاءُ فِى أَنَّ الْخَضِرَ أَحَيٌّ أَمْ مَيِّتٌ، وَقِيْلَ إِنَّهُ حَيٌّ
وَهُوَ قَوْلُ اْلأَكْثَرِيْنَ مِنَ الْعُلَمَاءِ، وَهُوَ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
عِنْدَ مَشَايِخِ الصُّوْفِيَّةِ وَأَهْلِ الصَّلاَحِ وَالْمَعْرِفَةِ.
وَالْحِكَايَةُ فِى رُؤْيَتِهِ وَاْلإِجْتِمَاعِ بِهِ وَوُجُوْدِهِ فِى
الْمَوَاضِعِ الشَّرِيْفَةِ وَمَوَاطِنِ الْخَيْرِ أَكْثَرُ مِنْ أَنْ تُحْصَى.
"Terjadi perbedaan pendapat
di antar para Ulama’ apakah Nabi Khidlir masih hidup atau sudah mati? dikatakan
bahwa Nabi Khidlir masih hidup dan itu perkataan/ pendapat kebanyakan para
Ulama’. Dan itu merupakan kesepakatan bagi para guru-guru sufi (ahli tasawuf)
dan ahli kebaikan serta ahli ma’rifat. Dan juga cerita tentang terlihatnya Nabi
Khidlir dan berkumpulnya. Dan masih nampak pada tempat-tempat yang mulya dan
tempat-tempat baik yang banyak tidak terhitung".[]Ditulis oleh : abinadine.blogspot.com ~ Official
Anda sedang membaca postingan tentang Wali Badal, Suluk, Wali, Bertemu Nabi Secara Nyata, Nabi Khidir Masih Hidup?. Anda boleh mengcopy paste atau menyebarluaskan postingan ini, namun jangan lupa untuk meletakkan link di bawah ini sebagai sumbernya.
ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ
ٱلْعَٰلَمِين