Masjid Bani Solan Magetan: Surganya Musafir

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم

MASJID BANI SOLAN MAGETAN: SURGANYA MUSAFIR

Oleh: Rofi’udin, S.Th.I, M.Pd.I

 

Anda seorang musafir atau pelancong dan butuh masjid yang nyaman untuk beribadah dan beristirahat sejenak? Masjid Bani Solan Magetan tempatnya. Masjid terbaik kedua kategori “Masjid Bersih dan Sehat” se-Jawa Timur tahun 2022 ini menawarkan beragam fasilitas masjid bintang lima. Letaknya yang berada di jalan provinsi menjadikan masjid ini teramat mudah dijangkau. Didukung arsitekturnya yang instagramable, menambah daya tarik para musafir dan pelancong untuk singgah.

Bila Anda dari arah Madiun menuju Magetan, tepat setelah traffic light Sukomoro, liriklah sebelah kanan. Anda akan melihat menara tinggi menjulang dengan lafal “Allah” di atasnya. Itulah Masjid Bani Solan yang fenomenal di Magetan. Masjid yang diresmikan pada 27 Maret 2022 ini menjadi tempat transit favorit bagi para pelancong, utamanya setelah berwisata di Telaga Sarangan, Mojosemi Forest Park, dan tempat wisata lainnya di Magetan. Bus dan mobil dari luar kota tampak berderet rapi seperti parkir di tempat wisata, padahal sedang transit di masjid!

Desain masjid sepintas tidak mirip bangunan masjid pada umumnya. Bila diperhatikan lebih saksama, bangunan masjid ini mirip topi. Bentuknya oval dan atapnya menutup seperti topi. Dirancang oleh Angga Ramadhan, arsitek muda asal Surabaya, pembangunan masjid di atas tanah 2.560 meter persegi dan luas bangunan 560 meter persegi yang menelan dana 7 miliar rupiah ini mengusung gaya millenial style, dikolaborasikan dengan gaya Timur Tengah, serta dikombinasi Eropa, modern minimalis, dengan warna khas cokelat.


Masjid terdiri atas tiga bangunan yang terpisah. Ada bangunan masjid dengan daya tampung sekitar 500 jamaah, area perkantoran yang disertai berbagai fasilitas pendukung yang ciamik, juga bangunan khusus sanitasi untuk tempat wudhu, kamar mandi, dan toilet. Ada juga area playground, parkir dan area publik lainnya.

Untuk menuju masjid, kita akan melewati bangunan sanitasi untuk membersihkan diri terlebih dulu. Material bangunan berupa batu bata ekspos yang disusun secara estetik. Lantai terbuat dari ubin yang kesat dan tidak licin. Bagian atas terdapat ventilasi yang melingkari seluruh bangunan ditambah cukup banyak lubang udara pada dinding. Hal ini dimaksudkan agar ruangan selalu dalam keadaan terang alami, kering, dan tidak pengap.

Bangunan ini dibagi menjadi dua: sebelah kiri untuk pria, dan sebelah kanan untuk wanita. Area tempat wudhu dipisah dari area kamar mandi, toilet, dan urinoir. Kita bisa memilih toilet duduk atau jongkok, kamar mandi dengan shower atau bak mandi, lengkap dengan sabunnya. Airnya juga bersih dan melimpah. Mengguyur tubuh dengan air yang bersih dan melimpah membuat tubuh kita yang letih menjadi kembali segar. Yang istimewa, area ini selalu dijaga kebersihannya oleh petugas kebersihan dengan SOP serta bahan dan alat pembersih standar perusahaan penyedia cleaning service. Mirip toilet bandara kali ya, hehehe…

Dari bangunan sanitasi, kita bisa segera menuju ke bangunan utama masjid. Kita akan tercengang karena bangunan ini dikelilingi kolam ikan hias yang sebagian ditutup oleh kaca tebal. Bangunan utama sendiri berada di sisi yang agak tersembunyi dari luar. Hal ini untuk meminimalisir bisingnya suara di jalan raya. Maklum, masjid ini memang berada tepat di tepian jalan penghubung Madiun-Magetan yang cukup ramai.

Membuka pintu masjid, kita langsung diterpa ademnya angin dari dalam. Beberapa pendingin udara memang dipasang di berbagai sisi. Bangunan masjid  yang berbentuk oval dan penuh kaca memungkinkan pencahayaan yang melimpah dari berbagai sisi. Beberapa lemari mukena, sarung, hingga tempat al-Qur’an didesain menyatu dengan dinding sehingga memberi kesan lapang. Mukena dan sarung ini secara rutin tiga hari sekali dicuci oleh petugas. Bila kita perlu menitipkan alas kaki atau barang lainnya, ada petugas yang siap menyimpan barang kita.

Tidak hanya itu, pemasangan speaker premium dan penunjuk waktu shalat digital mempertegas masjid ini sebagai masjid modern. Terdapat ruangan khusus audio yang disetting secara khusus pula. Suara yang dihasilkan menyebar merata ke seluruh bagian masjid, bahkan hingga ke tempat parkir. Jauh maupun dekat, suara yang keluar tetap terdengar stabil.


Nyaman, kesan itu yang muncul saat berada di dalam masjid. Interior masjid selalu memanjakan jamaah untuk berlama-lama di masjid. Apalagi selesai beribadah, kita bisa istirahat di teras masjid sambil menikmati kopi atau teh yang disediakan gratis. Ada dua dispenser, satu untuk jamaah pria, satu lagi untuk wanita, lengkap dengan kopi saset, teh celup, dan gula. Kita bisa menyeduhnya sembari menikmati ikan hias yang hilir mudik di kolam melingkar, serta mengawasi anak-anak yang asyik bermain prosotan atau ayunan di playground.  Pepohonan yang rindang ditunjang taman dengan koleksi bunga aneka warna makin memanjakan mata kita untuk rehat lebih lama di masjid ini.

Tidak cukup itu, takmir masjid bahkan menyediakan fasilitas wifi gratis untuk para musafir yang transit. “Jangan khawatir, wifi di masjid ini tanpa password, semua bisa memanfaatkan untuk hal-hal yang positif. Tapi jangan di waktu pelaksanaan shalat ya,” kata Abdullah, manajer masjid.

Kita akan makin dimanjakan bila kebetulan mampir di masjid ini saat shalat Jum’at. Sehabis shalat, takmir masjid menyediakan makan siang gratis dengan menu penuh gizi. Hal ini sesuai kebijakan yayasan agar menu ”Jum’at Berkah” berupa empat sehat meski tanpa lima sempurna. Tidak mengherankan, shalat Jum’at di masjid ini selalu penuh dengan jamaah, hahaha...

Bila ingin lebih privat, kita bisa ngopi di salah satu sudut bangunan perkantoran. Penempatan kursi ditata sedemikian rupa, menyatu dengan ruang meeting. Sepintas suasana di dalam area ini mirip kafe. Di samping dingin karena AC, juga lebih privat karena dinding kaca yang tak terlihat dari luar. Masjid ini didesain menjadi masjid bersih dan sehat. Jika Anda perokok, jangan sekali-kali merokok di keseluruhan area masjid bila tidak ingin ditegur oleh security. Sebab di mana pun Anda mengepulkan asap, ada CCTV yang selalu mengawasi, hehehe...

Di bangunan perkantoran ini sendiri terdapat ruang administrasi, ruang meeting, ruang audio control, ruang perlengkapan, termasuk kamar tinggal untuk pengelola dan imam masjid. Letak bangunan ini di sebelah bangunan sanitasi. Kita juga bisa menuju masjid dengan melewati lorong pemisah dua bangunan ini.

Sejak awal pendiriannya, masjid ini sengaja dikelola menggunakan manajemen modern. Manajer masjid sendiri memiliki cukup pengalaman mengelola masjid-masjid di kota besar. Tiga imam yang direkrut semuanya hafiz dan bertugas secara bergantian. Adapun tenaga keamanan dan kebersihan direkrut dari warga sekitar. 

Masjid Bani Solan didirikan oleh Siti Choiriana binti Solan, atau akrab dipanggil Bu Ana. Pendirian masjid ini memang didedikasikan untuk mendiang sang ayah dan dipersembahkan untuk masyarakat Indonesia. ”Alhamdulillah, akhirnya pembangunan masjid di Magetan ini rampung dan bisa digunakan. Masjid Bani Solan ini saya dedikasikan bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk semua golongan, dari anak hingga dewasa dan warga manapun. Jadi tidak ada untuk golongan atau ormas tertentu. Ini milik kita semua,” kata Bu Ana.

Menurut Bu Ana, pembangunan masjid ini dicita-citakan dari niat luhur persatuan Indonesia yang merujuk pada 4 konsep: connectivity, community, content, dan creativity. Connectivity dan community dimaksudkan agar masjid ini menjadi pusat berkumpulnya masyarakat dalam kegiatan dan silaturahmi. Aktivitas di masjid bersifat terbuka, dan tidak sebatas untuk suku, ras, golongan, atau organisasi tertentu. Sedangkan konsep content and creativity dimaksudkan bahwa masjid ini menjadi pusat kreativitas. Masyarakat bisa mendalami ilmu agama, belajar di perpustakaan, hingga diskusi.

“Selama dia masuk masjid, ya silakan melakukan kegiatan tanpa melihat golongan tertentu. Masyarakat bisa menggunakan untuk meeting point, silaturahmi, hingga rest area bagi kendaraan, bus atau musafir yang sedang melakukan perjalanan. Boleh berhenti di sini untuk istirahat, ” tambah Bu Ana.  Masjid selalu terbuka 24 jam buat para musafir. Hanya saja, musafir yang singgah di atas jam sepuluh malam agar melapor pada security untuk alasan keamanan.

Yayasan Solan Mandiri yang menaungi masjid ini menunjuk takmir masjid dengan periodisasi 5 tahun. Ketua yayasan sekaligus bertindak sebagai ketua takmir dibantu oleh sekretaris, bendahara, manajer operasional, pelayanan, kebersihan, dan keamanan. Manajer masjid mengendalikan seluruh operasional masjid, mulai dari kegiatan peribadatan, administrasi, keuangan, hingga kegiatan sosial. Semua itu harus dilaporkan secara tertulis kepada yayasan setiap bulannya.

MASJID RAMAH MUSAFIR

Anda mungkin pernah membaca kisah Imam Ahmad bin Hanbal yang diusir oleh marbot masjid. Seperti dikisahkan dalam biografi beliau, “Manaqib Imam Ahmad bin Hanbal,” beliau menceritakan, suatu ketika di masa tuanya, beliau pernah mengalami peristiwa yang aneh. Tidak memiliki hajat apa pun dan tidak janjian dengan siapa pun, namun tiba-tiba hati beliau tergerak untuk berkunjung ke Bashrah. Padahal saat itu beliau tinggal di Baghdad.  Jaraknya kurang lebih 530 km, sama seperti jarak Jakarta-Purwokerto, Jawa Tengah.

Sesampainya di Bashrah di waktu Isya’, beliau pun singgah di suatu masjid untuk menunaikan shalat jamaah. Berhubung saat itu tidak ada hotel atau penginapan, beliau berencana untuk bermalam di masjid tersebut. Namun oleh marbot masjid, beliau diusir ke luar masjid. Tidak boleh di dalam masjid, beliau rupanya ingin tidur di teras masjid. Lagi-lagi, oleh si marbot, beliau kembali diusir. Padahal saat itu beliau sudah masyhur sebagai imam madzhab. Namun karena saat itu si marbot tidak mengenali beliau, ia pun memperlakukan sang Imam seperti orang kebanyakan.

Peristiwa pengusiran tersebut diperhatikan oleh seorang penjual roti di seberang masjid. Beliau pun ditawari untuk bermalam di sepetak ruangan. Mereka pun mengobrol. Bila berhenti mengobrol, mulut si penjual roti selalu terlihat komat-kamit membaca sesuatu. Ternyata, ia sudah 30 tahun membasahi lidahnya dengan membaca istighfar.

Imam Ahmad pun bertanya faidah istiqomah membaca istighfar pada si penjual roti tersebut. Ia pun menjelaskan bahwa selama 30 tahun istiqomah membaca istighfar, semua keinginannya selalu dikabulkan oleh Allah, kecuali satu yang belum, yaitu keinginannya untuk bertemu dengan Imam Ahmad bin Hanbal. Sang Imam tersentak sambil membaca takbir.  “Allahu Akbar! Allah telah mendatangkan saya jauh-jauh dari Baghdad pergi ke Bashrah dan bahkan sampai didorong-dorong oleh marbot masjid itu sampai ke jalanan, ternyata karena istighfarmu.”

Cerita tersebut bisa menjadi pelajaran penting bagi para takmir masjid. Masjid tidak hanya berfungsi untuk shalat, namun juga tempat yang ramah untuk musafir. Setelah selesai shalat maktubah, takmir atau marbot hendaknya tidak langsung menutup rapat pintu masjid sehingga menyulitkan para musafir untuk istirahat sejenak. Apalagi ditempel pengumuman larangan tidur atau berbaring di karpet, misalnya. Termasuk menutup pagar masjid sehingga menyulitkan musafir untuk menunaikan hajat di kamar kecil.

Allah SWT saja begitu sayang pada musafir. Diberi-Nya para musafir dispensasi (rukhsah) untuk jamak dan qashar shalat. Hal ini menunjukkan bahwa Allah tahu betapa letihnya melakukan perjalanan, apalagi perjalanan jauh. Masjid sebagai ”rumah Allah” semestinya memperlakukan tamu Allah tersebut secara baik dan menjadikan mereka merasa nyaman. Tidak justru memandang para musafir sebagai tamu yang tidak diundang.

Alasan yang jamak terdengar biasanya karena faktor keamanan. Tidak sedikit inventaris masjid yang hilang karena kurangnya penjagaan, misalnya kotak infak, karpet, hingga peralatan audio masjid. Hal ini sebenarnya memang bisa dimaklumi, sebab sebagian besar masjid kita memang tidak memiliki petugas keamanan. Namun apakah alasan itu menjadi faktor mutlak ditutupnya masjid-masjid kita?

Masjid yang dikelola dengan baik tentu tidak menjadikan hal tersebut sebagai alasan. Bila takmir-takmir kita bisa menjalankan fungsi idarah, imarah, dan riayah secara semestinya, maka alibi “menutup masjid agar aman” bisa dihindari. Di sinilah pentingnya pembinaan bagi takmir masjid agar bisa meningkatkan kapasitas dan kompetensi dalam mewujudkan fungsi-fungsi di atas. Di samping tentu saja kesadaran dari para takmir untuk meng-upgrade ilmu ketakmiran.

Lalu apa itu idarah, imarah, dan riayah? Dalam Keputusan Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama No. DJ.II/802 Tahun 2014 tentang Standar Pembinaan Manajemen Masjid, dijelaskan bahwa idarah adalah manajemen masjid, yakni kegiatan pengelolaan yang menyangkut perencanaan, pengorganisasian, pengadministrasian, keuangan, pengawasan, dan pelaporan. Imarah adalah kegiatan kemakmuran masjid, seperti peribadatan, pendidikan, kegiatan sosial, peringatan hari besar Islam. Sedangkan riayah adalah pemeliharaan dan pengadaan fasilitas masjid, yakni kegiatan pemeliharaan bangunan, peralatan, lingkungan, kebersihan, keindahan, dan keamanan masjid, termasuk penentuan arah kiblat.

Dalam Kepdirjen Bimas Islam tersebut, juga diklasifikasikan 8 tipologi masjid, yakni (1) Masjid Negara, yaitu Masjid Istiqlal Jakarta; (2) Masjid Nasional, yaitu Masjid Al-Akbar Surabaya; (3) Masjid Raya, berkedudukan di provinsi; (4) Masjid Agung berkedudukan di kabupaten/kota; (5) Masjid Besar, berkedudukan di kecamatan; (6) Masjid Jami’, berkedudukan di pemukiman/desa/kelurahan; (7) Masjid Bersejarah, memiliki nilai sejarah penyebaran Islam atau perjuangan bangsa; dan (8) Masjid di Tempat Publik, berada di kawasan publik, seperti perkantoran, pendidikan, perbelanjaan, transportasi, rest area, dan sebagainya. Delapan tipologi masjid tersebut memiliki standar idarah, imarah, dan riayah masing-masing.

Masjid Bani Solan Magetan menjadi fenomena menarik dalam kacamata masjid ideal untuk tipologi Masjid di Tempat Publik. Di samping bersebelahan dengan lembaga pendidikan, masjid ini juga berfungsi sebagai rest area. Dengan tipologi tersebut, masjid ini menjadikan keterbukaan dan kenyamanan menjadi fokus utama. Masjid dibuka 24 jam dengan menyediakan fasilitas masjid yang bikin betah dan nyaman.

Fungsi utama masjid sebagai tempat ibadah tentu menitikberatkan aspek kenyamanan. Orang bisa beribadah dengan nyaman apabila ditunjang oleh fasilitas yang membuatnya nyaman, seperti ruangan yang bersih dan sehat. Tidak hanya itu, fasilitas pendukung turut menjadikan masjid ini sebagai tempat transit favorit, utamanya bagi para musafir atau pelancong. Standar idarah, imarah, dan riayah masjid ini sebagaimana dijelaskan Kepdirjen Bimas Islam di atas bahkan hampir mendekati sempurna.

Tidak mengherankan, Masjid Bani Solan meraih prestasi sebagai juara kedua kategori “Masjid Bersih dan Sehat” dalam ajang Masjid Award yang diselenggarakan oleh Dewan Masjid Indonesia (DMI) Jawa Timur pada tahun 2022. Dengan standar yang tinggi, masjid ini memenuhi hampir semua indikator bersih dan sehat. Hanya satu aspek yang belum ada di kategori ini di masjid ini, yakni tidak adanya fasilitas kesehatan.

Hal ini bukannya tidak disadari oleh takmir masjid. Menurut Abdullah, manajer masjid, ketiadaan fasilitas kesehatan dikarenakan di dekat masjid sudah ada Puskesmas Sukomoro. Bahkan persis di sebelah masjid, sudah ada apotik. “Sebagai evaluasi dari penilaian pada ajang Masjid Award tersebut, saat ini kami telah menyediakan ruang kesehatan dan ruang laktasi untuk ibu yang hendak menyusui bayinya,” kata Abdullah.

Di samping itu, fasilitas lain yang belum ada di masjid ini adalah pertokoan. Padahal masjid ini adalah tempat transit favorit. Banyak para musafir yang tentu membutuhkan makanan, minuman, atau barang-barang kebutuhan pribadi lainnya. Menurut Abdullah, hal ini karena, lagi-lagi, di dekat masjid sudah ada toko dan bahkan warung makan di seberang masjid. “Ya gimana ya, kita kan gak enak sama tetangga masjid yang telah membuka usaha sebelum masjid ini berdiri. Namun bila dirasa memang dibutuhkan, kita akan mempertimbangkan untuk membuka stand, mungkin dengan bersinergi dengan warga sekitar,” tambahnya.

Meski demikian, Masjid Bani Solan tetap saja menjadi favorit buat para musafir dan pelancong. Fasilitas yang ”mewah” tidak hanya memberikan kenyamanan, namun juga menarik masyarakat untuk ikut merasa memiliki. Mereka yang transit dan memanfaatkan masjid untuk istirahat bahkan merasa heran tidak adanya kotak infak. Mereka ”protes” ke takmir agar memfasilitasi jamaah untuk berinfak. Takmir akhirnya memberi dua pilihan berinfak: kotak infak atau melalui QRIS.

Sebagai masjid yang baru berusia 2 tahun, potensi masjid ini masih sangat bisa dikembangkan dengan lebih optimal. Standar idarah dan riayah masjid ini memang terlihat lebih menonjol dibandingkan standar imarah. Kolaborasi dengan masyarakat sekitar dalam penyelenggaraan PHBI, misalnya, bisa lebih ditingkatkan. Partisipasi masyarakat ini menjadi kunci kemakmuran masjid dengan berbagai kegiatan ”pemakmuran”. Bila masyarakat merasa ”dimakmurkan” oleh masjid, mereka pun akan tergerak untuk memakmurkan masjid.

Masjid Bani Solan Magetan kini menjadi rujukan masjid ramah musafir dengan fasilitas bintang lima. Bahkan tidak hanya ramah musafir, program dan fasilitas yang disediakan masjid ini juga mencukupi kategori masjid ramah anak, ramah dhuafa, dan ramah lingkungan.  Peruntukan masjid untuk semua golongan juga menjadikan masjid ini layak masuk kategori ramah keragaman. Walhasil, masjid ini barangkali mendekati kualifikasi paripurna.

Bagaimana membuktikannya? Datangi saja masjid ini secara langsung. Takmir masjid akan dengan senang hati dan tangan terbuka menyambut Anda.*)

Tulisan ini dimuat dalam buku "Inovasi Mewujudkan Masjid Ramah untuk Kemaslahatan Semua" yang diterbitkan oleh Subdit Kemasjidan Direktorat Urais Binsyar Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama R.I. (2024)

Ditulis oleh : abinadine.blogspot.com ~ Official

Rofiudin Anda sedang membaca postingan tentang Masjid Bani Solan Magetan: Surganya Musafir. Anda boleh mengcopy paste atau menyebarluaskan postingan ini, namun jangan lupa untuk meletakkan link di bawah ini sebagai sumbernya.
ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِين

Post a Comment