Ujian Bagi Seorang Mukmin

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم



Hadirin jamaah Jum’at yang berbahagia
Marilah dalam kesempatan ini kita senantiasa meningkatkan takwa kita kepada Allah SWT dengan sebenar-benar takwa, yaitu melaksanakan apa yang diperintahkan-Nya dan menjauhi apa yang telah menjadi larangan-Nya, kapanpun dan dimanapun. Dan marilah kita senantiasa menyadarkan dalam diri kita bahwa Allah SWT mengetahui semua yang disembunyikan maupun yang dinampakkan oleh hamba-hamba-Nya. Dan yakinlah bahwa Allah Swt Maha Mendengar, Maha Bijaksana sekaligus sebagai tempat mengadu, berharap dan meminta serta tempat dikembalikannya semua persoalan.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Pada kesempatan Jum’at ini, marilah kita merenungkan salah satu firman Allah dalam surat Al-‘Ankabut ayat 2 dan 3:

أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آَمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ (٢) وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ (٣)
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.”
Ayat ini menjelaskan bahwa ketika kita menyatakan diri sebagai mukmin atau orang yang beriman, maka kita harus siap menghadapi ujian dan cobaan yang diberikan Allah swt kepada kita. Artinya ujian yang diterima oleh setiap mu’min adalah sebuah keniscayaan. Semuanya itu untuk membuktikan sejauh mana kebenaran dan kesungguhan kita dalam menyatakan iman, apakah iman kita itu betul-betul bersumber dari keyakinan dan kemantapan hati, atau sekedar ikut-ikutan serta tidak tahu arah dan tujuan.
Ujian bagi seorang mukmin bukanlah tanpa alasan. Bagi siapa saja yang lulus atas ujian tersebut, Allah telah menjanjikan balasan yang setimpal yakni surga. Maka marilah kita bersiap-siap untuk menghadapi ujian berat yang akan diberikan Allah kepada kita, dan bersabarlah kala ujian itu datang kepada kita. Allah memberikan sindiran kepada kita, yang ingin masuk surga tanpa melewati ujian yang berat.
أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ ...
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, Padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu?” (Qs. al-Baqarah: 214)

Hadirin sidang jum’at yang dimuliakan Allah
Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimanakah Allah menguji hamba-hamba-Nya yang beriman? Bagaimanakah bentuk ujian itu sendiri? Allah sendiri telah memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut melalui firman-Nya:
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada kamilah kamu dikembalikan.” (Qs. al-Anbiya’: 35)
Dari ayat ini jelas sekali bahwa bentuk ujian dan cobaan itu sendiri ada dua jenis: berupa kebaikan (kenikmatan) dan keburukan. Tetapi kebanyakan masyarakat kita memahami bahwa ujian itu hanya dalam hal-hal yang buruk dan jelek saja, seperti sakit, miskin, tertimpa musibah, kerugian harta benda, dan lain sebagainya. Ketika ia mendapatkan rejeki yang melimpah, jabatan yang tinggi, istri yang cantik, ataupun lahirnya seorang anak, kebanyakan dari kita tidak menyadari bahwa itu semua juga adalah ujian dan cobaan yang diberikan kepada Allah kepada hamba-hambanya yang beriman.
Adapun mengenai ujian yang tidak menyenangkan, telah diterangkan oleh Allah dalam surat al-Baqarah: 155:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.”
Dari ayat di atas, dapat dipahami bahwa yang termasuk fitnah keburukan diantaranya adalah rasa takut, kelaparan, kekurangan harta, kekurangan jiwa dan buah-buahan. Menghadapi ujian yang tidak menyenangkan ini, kita sebagai orang mukmin haruslah bersikap sabar dan yakinlah bahwa ketika kita sabar dalam menjalani ujian ini, pasti Allah akan memberikan balasan atas kesabaran kita.
Sementara fitnah kebaikan adalah berupa tiga hal yang amat sering kita dengar, yaitu, harta, tahta, dan wanita. Kalau kita mendapat fitnah atau ujian kebaikan, misalnya mendapatkan kemudahan harta, kita mendapatkan amanah, posisi, kedudukan dan jabatan yang baik, yang harus kita lakukan adalah mensyukurinya.
Adalah wujud mensyukuri harta yaitu dengan mengeluarkan zakat, infak, dan shodaqoh dan segala ibadah yang berkaitan dengan harta, seperti memberikan sumbangan bagi pembangunan masjid, madrasah-madrasah ataupun panti asuhan. Kedudukan atau jabatan yang tinggi mesti disyukuri dengan menjaga amanah itu dengan sebaik-baiknya, mempergunakannya untuk berkhidmat kepada umat. Mendapatkan wanita yang sholihah sebagai pasangan hidup jelas merupakan hal yang mesti disyukuri, yakni dengan mu’asyarah bil ma’ruf (bergaul dengan baik).
Oleh karenanya, para jama’ah sekalian, sebagai orang yang beriman kita mesti bersabar ketika ujian keburukan itu datang menghampiri kita dan selalu bersyukur ketika datang sebuah kebaikan kepada kita, meskipun toh itu terkadang sulit untuk kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Walaupun sama-sama sulit menghadapi kedua bentuk fitnah itu, namun fitnah kebaikan lebih sulit untuk dihadapi, sebagaimana yang dikhawatirkan oleh Rasulullah Saw. melalui sabdanya yang artinya: “Berikanlah kabar gembira dan harapan yang menyenangkan kalian. Demi Allah, bukanlah kefakiran yang paling aku takutkan atasmu tetapi aku takut dibukanya dunia untukmu sebagaimana telah dibukakan bagi orang-orang sebelum kamu dan kalian berlomba-lomba mendapatkannya sebagaimana mereka berlomba-lomba, dan akan menghancurkanmu sebagaimana telah menghancurkan mereka.” (HR. Bukhari Muslim).
Banyak contoh beberapa orang yang terjebak dalam fitnah kebaikan ini, sebut saja Qarun. Sebelumnya, Qarun terkenal sebagai orang yang baik dan shalih. Lalu ia minta kepada Nabi Musa as untuk mendoakan agar Allah memberinya keluasan harta. Tapi setelah berharta, secara bertahap Qarun tidak lagi mengikuti perintah Nabi Musa. Akhir hidupnya pun sangat menyakitkan, yaitu ditenggelamkan ke dalam tanah oleh Allah. Demikian juga, kekuasaan pun telah menyeret Fir’aun ke dalam jurang kenistaan yang amat dalam, hingga ia tak terselamatkan.
Fitnah kebaikan ini pun akan sangat mungkin menimpa kita semua sebagai orang yang beriman, yang mana kita tak sadar bahwa itu adalah sebuah ujian. Contoh kecil adalah ketika sebelum mempunyai anak atau keturunan, kita sering sholat berjamaah dengan istri kita ataupun selalu pergi ke masjid bersama-sama untuk sholat berjamaah. Nah setelah kita dikaruniai seorang anak oleh Allah, jangankan untuk pergi ke masjid, sholat berjama’ah saja dengan istri terasa sangat sulit sekali. Maka tepat sekali, jauh sebelumnya Allah telah memberikan peringatan kepada kita melalui firman-Nya dalam surat Al-Anfal: 28:
وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ
“Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.”
Dari ayat di atas, dapat kita pahami bahwa tidak hanya harta kekayaan saja yang diberikan Allah swt bagi hamba-hamba-Nya sebagai bentuk ujian, namun anak-anak keturunan kita “sangat mungkin” akan menjadi sebuah “fitnah” bagi kita semua. Banyak anak yang tumbuh besar dan menjadi kebanggaan keluarganya, namun juga tidak sedikit anak yang kemudian mencoreng nama baik orang tua dan keluarganya.
Oleh karenanya, para jama’ah sekalian yang dimuliakan Allah, untuk menghindari fitnah dunia atau kebaikan yang melenakan itu, hendaknya kita selalu meniatkan segala apa yang kita lakukan hanyalah untuk mencapai ridha Allah hingga berhak atas surga-Nya kelak. Sehingga sebanyak apapun yang kita dapat di dunia, kita selalu berpikir bahwa itu tidak akan sebanding dengan surga.
Begitupun saat kita tengah menghadapi fitnah keburukan, selalulah ingat bahwa seburuk-buruknya fitnah ini tak akan sebanding dengan pedihnya siksa neraka. Jadi kita akan terjaga dari fitnah karena selalu berorientasi pada akhirat. Sebab bagaimanapun juga, ibadah, aktifitas, ataupun segala hal yang berorientasi kepada akhirat adalah lebih baik dan lebih utama serta perlu diprioritaskan daripada segala hal yang bernuansa duniawi.

Sidang Jum’at Rahimakumullah
Sebagai penutup dari khotbah ini, satu hal yang pasti dan harus kita pahami, yaitu hendaknya kita yakin bahwa ujian dari Allah itu adalah satu tanda kecintaan Allah kepada kita, sebagaimana sabda Rasulullah Saw.: “Sesungguhnya besarnya pahala sesuai dengan besarnya cobaan (ujian). Dan sesungguhnya apabila Allah mencintai satu kaum, Dia akan menguji mereka, maka barangsiapa ridha, baginyalah keridhaan Allah, dan barangsiapa marah, baginyalah kemarahan Allah”. (HR. At-Tirmidzi)
Mudah-mudahan kita semua diberikan ketabahan dan kesabaran oleh Allah dalam menghadapi ujian yang akan diberikan oleh-Nya kepada kita semua. Dan semoga predikat mukmin betul-betul dapat melekat dalam diri kita dan berwujud dalam setiap amalan kita sehari-hari. Amin.

Ditulis oleh : abinadine.blogspot.com ~ Official

Rofiudin Anda sedang membaca postingan tentang Ujian Bagi Seorang Mukmin. Anda boleh mengcopy paste atau menyebarluaskan postingan ini, namun jangan lupa untuk meletakkan link di bawah ini sebagai sumbernya.
ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِين

Post a Comment