Kaum Muslimin, Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah,
Pada kesempatan yang berbahagia ini, saya
mengajak kepada kita semua untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan
kita kepada Allah SWT, yaitu melaksanakan segala perintah-Nya dan meninggalkan segala larangan-Nya, serta dengan memperbanyak amal ibadah kita. Sebab taqwa
adalah satu-satunya bekal yang dapat kita
bawa untuk menghadap Allah Rabbul
Jalil. Allah SWT berpesan:
وَتَزَوَّدُوا
فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ
“Dan berbekallah kalian, karena sebaik-baik bekal adalah
taqwa, dan bertaqwalah kepadaKu wahai orang-orang yang menggunakan akalnya.” (Qs. al-Baqarah: 197)
Jam’ah Jum’ah Rahimakumullah,
Dalam kesempatan yang mulia ini, mari kita perhatikan firman Allah
dalam al-Qur’an surat al-A’la ayat 14-17:
قَدْ
أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى (۱٤) وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى (۱٥) بَلْ
تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا (۱٦) وَالْآَخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى (۱٧)
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang
membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia
sembahyang. Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang
kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.” (Qs. al-A’la:
14-17)
Dalam ayat di atas, Allah SWT menggambarkan
perbedaan kondisi orang-orang yang beriman yang memilih kehidupan akhirat
dengan orang-orang kafir yang memilih kehidupan dunia. Orang yang beriman
selalu berusaha membersihkan diri, mengingat Allah, dan mengerjakan shalat.
Sedangkan orang-orang kafir mengerjakan sebaliknya, yakni selalu bergelimang
dosa, lupa kepada Allah, dan menolak menjalankan perintah Allah untuk
menyembah-Nya.
Padahal dalam ayat terakhir di atas, Allah
mengingatkan kita bahwa sesungguhnya kehidupan akhirat itu lebih penting dan
lebih kekal. Sedangkan kehidupan dunia terbatas oleh usia dan waktu dan kelak
pada saatnya kita akan kembali ke alam yang tiada terbatas waktu. Semua amal
perbuatan kita selama di dunia akan dimintai pertanggungjawabannya, karena amal
perbuatan tersebut merupakan tabungan akhirat.
Kebahagiaan dunia dapat diperoleh melalui
keuletan berusaha dan dapat dinikmati hasilnya selagi hidup, baik berwujud
materi kebendaan maupun yang hanya dirasakan oleh perasaan batin. Sebaliknya,
kebahagiaan akhirat tidak nampak sekarang, namun dapat dicapai dengan cara menjalankan
perintah Allah SWT dan menjauhi
larangan-Nya dengan penuh keikhlasan. Meskipun wujudnya tidak kontan, namun
orang beriman tetap meyakini kebenaran janji dan ancaman Allah SWT di hari
kemudian.
Dan sesungguhnya justru itulah yang membedakan
orang yang beriman dengan mereka yang tidak. Orang yang beriman kepada yang
gaib, yaitu mereka yang mempercayai sesuatu yang belum terjadi, tetapi meyakini
kebenarannya dan membuktikan keyakinan tersebut dengan amal nyata. Sedangkan
orang yang tidak beriman adalah mereka yang tidak meyakini pada kebenaran janji
dan ancaman Allah di akhirat kelak.
Kaum Muslimin yang Dimuliakan Allah,
Lalu bagaimana tanda-tanda orang yang beriman?
Dalam Qs. al-A’la ayat 14-17 di atas, Allah mencontohkan tanda-tanda orang yang
beriman adalah mereka yang senantiasa membersihkan diri, berdzikir, dan
mengerjakan shalat. Merekalah yang apabila telinganya mendengar suara adzan menggema,
seluruh organ tubuhnya otomatis terhubung satu sama lain: spontan hatinya
bergetar, tergugah, dan merasa seolah-olah Allah sedang memanggilnya; mulutnya
spontan menjawab panggilan tersebut; dan kakinya spontan berjalan mengambil air
wudlu dan segera bergegas menuju masjid atau mushalla.
Orang yang beriman hatinya gemetar dan takut
ketika mendengar nama Allah disebut. Terbayang di benaknya segala Kemahabesaran
dan Kemahakuasaan Allah SWT. Maka dengan hati yang penuh takut dan ikhlas, ia
penuhi panggilan Allah, ia tinggalkan semua urusan dunia untuk sujud menghadap
Ilahi.
إِنَّمَا
الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا
تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آَيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ
يَتَوَكَّلُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman
ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila
dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada
Tuhanlah mereka bertawakkal.” (Qs. al-Anfal: 2)
Berbeda sekali dengan orang yang jauh dari
hidayah dan taufik Allah SWT. Suara adzan dianggapnya sebagai
suara yang biasa, panggilan Allah tak sedikitpun mengetuk hatinya untuk
memenuhi panggilan-Nya. Telinganya sudah tuli dan
mata hatinya juga sudah buta. Begitulah
hati orang yang sudah tertutup dari inayah dan hidayah Allah SWT. Mereka
meremehkan panggilan Allah dan mengabaikan perintah menghadap-Nya. Allah SWT
menyebut orang-orang seperti ini sebagai kaum yang tidak berakal.
وَإِذَا
نَادَيْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ اتَّخَذُوهَا هُزُوًا وَلَعِبًا ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ
لَا يَعْقِلُونَ
“Dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) sembahyang,
mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah karena
mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal.” (al-Maidah: 58)
Kaum Muslimin Rahimakumullah,
Terkadang orang yang tidak mengerjakan shalat itu
bukannya tidak mengetahui bahwa
shalat itu wajib. Mereka
sesungguhnya juga sudah mengetahui tentang ancaman siksa Allah atas orang-orang
yang meninggalkannya. Sebagian bahkan menganggap bahwa jika dalam sehari sudah
shalat sekali atau dua kali, maka baginya itu sudah cukup. Kewajiban shalat
dianggapnya sebatas selera. Bila sedang berselera ia shalat, bila sedang tidak
berselera, ia tinggalkan tanpa merasa berdosa.
Sesungguhnya yang
menjadikan seseorang menganggap remeh kewajibannya tersebut tidak lain adalah
karena kebiasaan. Orang yang sudah terbiasa dan tekun menjalankan shalat akan
bisa menikmati shalatnya, bahkan selalu merindukan datangnya waktu-waktu
shalat. Tetapi orang yang belum biasa, atau mengerjakannya dengan setengah
hati, akan merasa berat dan tidak bisa menikmati lezatnya mengerjakan shalat.
Padahal menurut
Rasulullah SAW, salah satu faidah shalat adalah menghapus dosa dan kesalahan
kita. Jika kita rajin mengerjakannya, maka semakin bersihlah kita dari dosa.
Tetapi jika jarang kita melaksanakannya, maka dosa-dosa akan semakin mengotori
kita sehingga sulit menerima hidayah dan taufik dari Allah SWT.
Pada suatu ketika Rasulullah SAW bertanya kepada para
sahabatnya:
أَرَأَيْتُمْ
لَوْ أَنَّ نَهْرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ مِنْهُ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسَ مَرَّاتٍ
هَلْ يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ؟ قَالُوْا: لاَ يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ. قَالَ:
فَذَلِكَ مَثَلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ، يَمْحُو اللهُ بِهِنَّ الْخَطَايَا.
“Apakah pendapat kamu, apabila di muka pintu salah satu
rumah kamu ada satu sungai yang kamu mandi padanya tiap hari lima kali. Adakah
tinggal olehnya kotoran? Serentak sahabat menjawab: Tidak ada, Ya Rasulullah!
Beliau bersabda: Maka begitu juga perumpamaan shalat lima waktu, dengan itu
Allah menghapus kesalahan.” (Muttafaqun ‘alaih).
Jama’ah Jum’ah yang Berbahagia,
Manusia memang sungguh pandai, mereka dapat membuat
baja menjadi kapal yang tidak tenggelam, bahkan sanggup mengangkut barang-barang
yang berat. Mereka pun sanggup membuat baja yang berat menjadi sebuah pesawat
yang dapat terbang kesana-kemari. Tetapi sayang, mereka tidak pandai bersyukur
kepada Allah atas segala rahmat-Nya, tidak meluangkan waktu untuk bersujud menghadap-Nya.
Orang-orang di luar Islam tidak akan berani
menghancurkan Islam secara terang-terangan. Mereka harus berpikir seribu kali
untuk menghancurkan masjid-masjid tempat ibadah kaum muslimin. Tetapi dengan
akal mereka yang licik, mereka jadikan kita melupakan shalat dan tidak memikirkan agama. Kita
dicekoki dengan berbagai hiburan dan kenikmatan dunia, seakan-akan agama
hanyalah urusan akhirat yang privat dan tidak boleh mewarnai seluruh aktivitas
kita di dunia.
Dari ayat-ayat dan hadits di atas, kita dapat
mengambil pelajaran, hendaknya kita merasa khawatir kalau-kalau kita kelak
menjadi orang-orang yang menyia-nyiakan shalat. Kita pun hendaknya selalu
memohon kepada Allah SWT agar anak-cucu kita menjadi orang-orang yang tetap
mendirikan shalat, dan jangan sampai mereka menjadi orang-orang yang hanya
menurutkan hawa nafsunya belaka. Sebagaimana doa Nabi Ibrahim AS yang
diabadikan dalam al-Qur’an:
رَبِّ
اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ
“Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang
yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.” (Qs. Ibrahim: 40)
Sebagai penutup khutbah ini, marilah kita lebih
meningkatkan kualitas ibadah shalat kita dan segenap keluarga kita sehingga termasuk
orang yang memperoleh janji Allah yakni kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Mudah-mudahan kita selalu diberi petunjuk dan
pertolongan oleh Allah untuk dapat menjadi hamba-hamba-Nya yang mendirikan
shalat. Amin, Ya Rabbal Alamin.
Ditulis oleh : abinadine.blogspot.com ~ Official
Anda sedang membaca postingan tentang Shalat sebagai Tanda Keimanan. Anda boleh mengcopy paste atau menyebarluaskan postingan ini, namun jangan lupa untuk meletakkan link di bawah ini sebagai sumbernya.
ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ
ٱلْعَٰلَمِين
Post a Comment