Penjelasan tentang Ahlussunnah Wal Jama’ah
Pertanyaan:
Ustadz, mohon penjelasan tentang ahlussunnah waljamaah, karena sekarang
banyak yang menggunakan nama itu tapi saya tidak tahu yang sebenarnya. Atas
penjelasan ustadz saya haturkan terima kasih. Sulhan. Dukuh Pakis Surabaya.
Jawaban:
Mas Sulhan yang saya hormati. Pengertian
ahlussunnah waljamaah, dari segi bahasa,
ahl berarti keluarga, golongan atau pengikut. As Sunnah berarti segala
sesuatu yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW., baik berupa perkataan,
perbuatan atau pengakuan. Ahlu al Sunnah berarti penganut sunnah Nabi SAW,
sedangkan Ahlu al Jama’ah berarti penganut kepercayaan jama’ah para sahabat
Nabi SAW.
Karena itu, kaum “Ahlussunnah wal Jama’ah” (ahl al-sunnah wa
al-jamâ’ah) adalah kaum yang menganut ajaran yang diajarkan oleh Nabi Muhammad
SAW. dan jama’ah para sahabatnya. Ajaran Nabi SAW. dan sahabat-sahabatnya itu
telah termaktub dalam al-Qur’an dan sunnah Nabi secara terpencar-pencar, yang
kemudian dikumpulkan dan dirumuskan dengan rapi oleh seorang ulama besar, yaitu
Syeikh Abu al-Hasan al-Asy’ari (lahir di Basrah tahun 260 H dan wafat di kota
yang sama pada tahun 324 H dalam usia 64 tahun).
Ahlussunnah wal Jama’ah adalah pemahaman yang berusaha
kembali kepada Islam sebagaimana dipraktikkan oleh para sahabat Nabi, tabi’in
dan tabi’it-tabi’in. Syaikh Abi Al fadl bin
Abdusysyakur mendefinisikan Ahlussunnah wal jama’ah:
“Ahlussunnah
wal jama’ah adalah orang-orang yang selalu mengikuti sunnah Nabi SAW. dan
praktik para sahabatnya dalam masalah aqidah, amal lahiriyyah dan akhlak hati”.(al-Kawakib
al-Lamma’ah: h. 8-9)
Kebenaran keyakinan yang mereka miliki, telah mereka
kaitkan dengan ‘firqah nâjiyah’ (kelompok yang selamat), yang disebutkan
oleh Nabi Muhammad di tengah banyaknya kelompok yang dianggap sesat. Kelompok
yang selamat itu kemudian disebut Ahlussunnah wal Jama’ah, sebagaimana
tercantum dalam hadits.
Hadits
ini telah dijadikan dalil tentang paham Ahlussunnah wal Jama’ah sebagai paham
yang menyelematkan umat Islam dari neraka, dan juga yang dapat menjadi pedoman
pengertian substantif paham Ahlussunnah wal Jama’ah. Di antara teks hadits
Ahlussunnah wal Jama’ah adalah :
“Orang-orang Yahudi telah terpecah menjadi 71
golongan, dan orang-orang Nashrani terpecah menjadi 72 golongan, dan ummat(ku)
ini akan terpecah menjadi 73 golongan, semuanya akan masuk ke neraka kecuali
satu golongan.” Kami bertanya: “siapakah golongan satu itu ya Rasulullah?”
Beliau menjawab: “ialah golongan yang mengikuti apa yang aku lakukan saat ini
dan para sahabaku”. (HR. at-Tirmidzi dan al-Hakim)
“…. Ummatku akan terpecah menjadi 73 kelompok. Hanya satu yang selamat, dan yang lainnya celaka”. Nabi
SAW ditanya: “Siapakah kelompok yang selamat itu ya Rasul Allah?”. Nabi SAW
menjawab: “Yaitu kelompok Ahlussunnah wal Jam’ah.” Kemudian Nabi ditanya lagi:
Apa itu sunnah dan jama’ah?”. Nabi menjawab: “Ialah apa yang aku lakukan saat
ini dan para sahabatku.”
Secara historis, para imam Ahlussunnah wal Jama’ah di bidang akidah atau
kalam telah ada sejak zaman sahabat Nabi SAW (sebelum Mu’tazilah ada). Imam
Ahlussunnah wal Jama’ah di zaman itu adalah Ali ibn Abi Thalib, yang berjasa
membendung pendapat Khawarij tentang al-wa’d wa al-wa’îd (janji dan
ancaman) dan membendung pendapat Qadariyah tentang kehendak Tuhan (masyî’ah)
dan daya manusia (istithâ’ah) serta kebebasan berkehendak dan kebebasan
berbuat. Selain Ali Ibn Abi Thalib, ada juga Abdullah ibn Amr, yang menolak
pendapat kebebasan berkehendak manusia dari Ma’bad al-Juhani.
Di masa tabi’in, muncul beberapa imam yang mengemban misi Ahlussunnah wal
Jama’ah, seperti Umar ibn ‘Abd al-‘Aziz yang menulis ‘Risâlah Balîghah fî
al-Radd ‘ala al-Qadariyyah’, Zayd ibn Ali Zayn al-‘Abidin, Hasan al-Bashri,
al-Sya’bi dan al-Zuhri. Sesudah generasi ini muncul seorang imam, Ja’far ibn
Muhammad al-Shadiq. Dari para fuqaha (ahli hukum Islam) dan imam mazhab fiqh,
juga ada para imam ilmu kalam Ahlussunnah wal Jama’ah, seperti Abu Hanifah dan
Imam Syafi’i. Abu Hanifah berhasil menyusun sebuah karya untuk meng-counter
paham Qadariyah berjudul ‘Al-Fiqh al-Akbar’, sedangkan al-Syafi’i meng-counter-nya
melalui dua kitab ‘Fî Tashhîh al-Nubuwwah wa al-Radd ‘ala al-Barâhimah’,
dan ‘Al-Radd ‘ala al-Ahwâ’.
Setelah periode Imam Syafi’i, ada beberapa muridnya yang berhasil menyusun
paham akidah Ahlussunnah wal Jama’ah, di antaranya adalah Abu al-‘Abbas ibn
Suraij. Generasi imam dalam kalam Ahlussunnah wal Jama’ah sesudah itu diwakili
oleh Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari yang populer disebut sebagai salah seorang
penyelamat akidah keimanan, lantaran keberhasilannya membendung paham
Mu’tazilah.
Dari mata rantai data di atas, yang sekaligus sebagai dalil historis, dapat
dikatakan bahwa akidah Ahlussunnah wal Jama’ah secara substantif telah ada
sejak zaman sahabat. Artinya, paham akidah Ahlussunnah wal Jama’ah itu tidak
sepenuhnya akidah bawaan Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari yang berbeda dengan
akidah Islam. Apa yang dilakukan oleh Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari adalah
menyusun doktrin paham akidah Ahlussunnah wal Jama’ah secara sistematis,
sehingga menjadi pedoman atau mazhab umat Islam. Sesuai dengan kehadirannya
sebagai reaksi terhadap munculnya paham-paham yang ada pada zaman itu.
Nahdlatul Ulama (NU) merupakan organisasi keagamaan terbesar di Indonesia
yang didirikan pada tanggal 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926 M) di Surabaya
oleh beberapa ulama terkemuka yang kebanyakan adalah pemimpin/pengasuh
pesantren. Tujuan didirikannya adalah berlakunya ajaran Islam Ahlussunnah Wal
Jama’ah (Aswaja); menganut salah satu mazhab empat (Hanafi, Maliki, Syafi’i,
dan Hambali), baik secara qauli maupu secara manhaji dalam bidang fiqh; dan mengikuti Imam
al Junaid al Baghdadi (w. 297 H.) dan Abu Hamid al Ghazali (450-505 H./1058-1111 M.) dalam bidang
tasawuf . Ini berarti NU adalah organisasi keagamaan yang secara formal membela
dan mempertahankan Aswaja, dengan disertai batasan yang fleksibel. Sebagai
organisasi sosial keagamaan ( al Jam’iyah al Diniyah wa al Ijtima’iyah),
NU merupakan bagian integral dari wacana pemikiran Suni. Terlebih lagi, jika
kita telusuri lebih jauh, bahwa penggagas berdirinya NU memiliki pertautan
sangat erat dengan para ulama “Haramain” (Makkah-Madinah) pada masa di bawah
kekuasaan Turki Usmani yang ketika itu berhaluan Aswaja
Nahdlatul Ulama sudah memiliki paham dan tradisi yang terbukti mampu
menjadi perekat bangsa ini, yaitu paham Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja). Aswaja merupakan
paham yang mengutamakan kemaslahatan yang lebih luas dalam menyelesaikan
berbagai persoalan umat. Dalam perjalanan sejarah, Ahlus Sunnah wal Jama'ah
telah mempraktikkan prinsip-prinsip syura (musyawarah), tawassuthiy (pola pikir modrat), ishlahiy
(reformatif), tathowwuri (dinamis), dan manhaji (metodologis)
yang senantiasa bersikap tawazun (seimbang), tasamuh (toleran), ‘adalah
(adil), musawah (egaliter), dan hikmah (bijaksana).
Prinsip-prinsip
tersebut berdampak pada sikap-sikap positif yang dilakukan oleh Ahlussunnah wal
Jama'ah dalam menyikapi berbagai persoalan. Karena itu, sepanjang sejarah
kemerdekaan Indonesia belum pernah ada rongrongan yang mengancam NKRI atau
ideologi negara yang berasal dari kalangan yang menganut paham Aswaja. Aswaja
lebih menekankan harmonitas kehidupan umat manusia dan stabilitas politik.
Masih segar dalam ingatan bagaimana kelompok Islam yang di dalamnya terdapat
KH. Wahid Hasyim bisa menerima penghapusan tujuh kata dalam Piagam Jakarta atas
pertimbangan NKRI.
Dari
pengalaman sejarah dan perjalanan bangsa ini tidak ada pilihan lain bagi umat
Islam Indonesia kecuali menolak setiap paham yang berpotensi menganggu
stabilitas politik dan keutuhan NKRI. Sebaliknya paham Aswaja harus
disosialisikan dan ditransformasikan dalam praktik kehidupan berbangsa dan
bernegara demi kemaslahatan seluruh umat manusia, khususnya penghuni bumi
Indonesia. Wallahu a’lam bi al’shawab
Ditulis oleh : abinadine.blogspot.com ~ Official
Anda sedang membaca postingan tentang Dalil Amaliyah Aswaja Bersama KH. Abdurrahman Navis (1). Anda boleh mengcopy paste atau menyebarluaskan postingan ini, namun jangan lupa untuk meletakkan link di bawah ini sebagai sumbernya.
ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ
ٱلْعَٰلَمِين
Post a Comment